Pages

JURUSANKU

Minggu, 18 September 2011

 BUNGA BANK VS RIBA
1. Tentang Bunga Bank
Definisi bunga
The American Heritage Dictionary of the English Language
Interest is a change for a financial loan, usually a percentage of the amount loaned.
Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia), Prof. Dr. Winardi, S.E.:
Interest (net) – bunga modal (netto). Pembayaran untuk penggunaan dana-dana. Diterangkan dengan macam-macam cara, misalnya:
  • Balas jasa untuk pengorbanan konsumsi atas pendapatan yang dicapai pada waktu sekarang.
  • Pendapatan-pendapatan orang yang berbeda mengenai preferensi likuiditas yang menyesuaikan harga.
  • Harga yang mengatasi terhadap masa sekarang atas masa yang akan datang.
  • Pengukuran produktivitas macam-macam investasi (efisiensi marginal modal).
  • Harga yang menyesuaikan permintaan dan penawaran akan dana-dana yang dipinjamkan (teori dana yang dipinjamkan).
Dictionary of Economics, Sloan dan Zurcher:
Interest
adalah sejumlah uang yang dibayar atau untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut, misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau persentase modal yang bersangkut paut dengan itu yang dinamakan suku bunga modal.
2. Tentang Riba
a. Definisi riba
Menurut Ensiklopedia Islam Indonesia yang disusun oleh Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah:
Ar-Riba atau Ar-Rima makna asalnya ialah tambah, tumbuh, dan subur. Adapun pengertian tambah dalam konteks riba ialah tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara’, apakah tambahan itu berjumlah sedikit maupun berjumlah banyak, seperti yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an.
Riba sering diterjemahkan orang dalam bahasa Inggris sebagai usury, yang artinya dalam The American Heritage Dictionary of the English Language adalah:
  1. the act of lending money at an exorbitant or illegal rate of interest.
  2. such of an excessive rate of interest.
  3. archaic (tidak dipakai lagi, kuno, kolot, lama). The act or practice of lending money at any rate of interest.
  4. aw. obselete (usang, tidak dipakai, kuno). Interest charged or paid on such a loan.
Menurut Dr. Perry Warjiyo,
Dari pelajaran sejarah masyarakat Barat, terlihat jelas bahwa “interest” dan “usury” yang kita kenal saat ini pada hakikatnya adalah sama. Keduanya berarti tambahan uang, umumnya dalam persentase. Istilah “usury” muncul karena belum mapannya pasar keuangan pada zaman itu sehingga penguasa harus menetapkan suatu tingkat bunga yang dianggap “wajar”. Namun setelah mapannya lembaga dan pasar keuangan, kedua istilah itu menjadi hilang karena hanya ada satu tingkat bunga di pasar sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran.
b. Tinjauan larangan riba dari praktik yang dilakukan masyarakat Arab sebelumnya.
Persoalan yang selalu dimunculkan pada setiap kali ada diskusi tentang apakah bunga bank sama dengan riba adalah tidak dicantumkannya secara eksplisit kata “bunga” di dalam Al-Qur’an dan Hadist. Mereka tidak meragukan, bahwa apa yang diharamkan itu adalah riba sebagaimana disebutkan dalam lima ayat yang berbeda dalam Al-Qur’an. Kelima ayat itu adalah sebagai berikut:
1. QS. Ar-Rum (30): 39 di Mekkah.
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah itu, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).”
2. QS. An-Nisa (4): 161 di Madinah.
“…dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.”
3. QS. Ali-Imran (3): 130 di Madinah.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
4. QS. Al-Baqarah (2): 275-276 di Madinah.
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah, Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”
5. QS. Al-Baqarah (2): 278-279 di Madinah.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu ornag-orang yang beriman.”
“Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”




TERMINOLOGI HUKUM: bunga vs riba
PostDateIconThursday, 04 March 2010 04:33 | PDF| Print| E-mail
TERMINOLOGI HUKUM: riba dan bunga bank
oleh Drs. Ahmad Nur, M.H. (Hakim PASoe)
A. RIBA
Pengertian riba dalam kamus bahasa Arab adalah kelebihan, penambahan, peningkatan atau surplus. Kata riba juga telah dicakup dalam kata usury dalam bahasa Inggris. Usury diartikan sebagai bunga yang terlalu tinggi atau berlebihan. Tetapi dalam kalangan sarjana Islam, riba dalam bahasa Arab berarti tambahan, walaupun sedikit, melebihi dari pada pokok pinjaman. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Maulana ‘Abul  A’la Al-Maududi.
Dalam ilmu ekonomi, riba berarti kelebihan pendapatan yang diterima oleh si pemberi pinjaman dari si peminjam, yaitu kelebihan dari jumlah pokok yang dipinjam  sebagai upah atas dicairkannya sebagaian harta dalam waktu yang telah ditentukan.
Riba menurut definisi pada ulama, di antaranya :
Ibnu Hajar Al Askalani menyatakan bahwa esensi riba adalah kelebihan apakah itu berup a barang ataupun uang seperti uang dua dinar pengganti satu dinar.
Allama Mahmud Al Hasan Tauki mengatakan bahwa riba berarti kelebihan atau kenaikan  dan juga dalam suatu perjanjian barter meminta adanya kelebihan satu benda untuk benda yang sama.


Afzar Rahman, pada dasarnya riba adalah pembayaran yang dikenakan terhadap  pinjaman pokok sebagai imbalan terhadap masa pinjaman itu berlaku dimana modal pinjaman tersebut digunakan.
Riba mengandung tiga unsur, dan semua transaksi yang mengandung ketiga unsur tersebut termasuk dalam kategori riba. Ketiga unsur tersebut :
  1. Semua yang ditambah pada pokok pinjaman;
  2. Besarnya penambahan menurut jangka waktunya;
  3. Jumlah pembayaran tambahan berdasarkan persyaratan.
Dasar hukum diharamkan riba dalam Alquran adalah melalui empat tahapan :
Tahap Pertama, Allah menunjukan riba itu bersifat negatif. Allah Berfirman dalam surah Ar Ruum ayat 39
ﻮﻣﺎﺍﺗﻴﺗﻢ ﻣﻦ ﺭﺑﺎ ﻠﻳﺭﺑﻭﺍ ﻓﻰ ﺍﻣﻮﺍﻞ ﺍﻠﻧﺎﺱ ﻓﻼ ﻳﺭﺑﻭﺍ ﻋﻧﺪ
“dan sesuatu riba yang kamu berikan untuk menambah harta menusia, maka sebenarnya riba itu tidak menambah disisi Allah”
Tahap Kedua, Allah telah memberi isyarat akan keharaman riba melalui kecaman terhadap praktek riba di kalangan Yahudi. Allah berfirman dala surat An Nisa’ ayat 161
ﺍﺧﺫﻫﻢ ﺍﻟﺭﺑﻭﺍ ﻗﺪ ﻧﻬﻭﺍ ﻋﻧﻪ ﺍﻛﻟﻬﻢ ﺍﻣﻮﺍﻞ ﺍﻠﻧﺎﺱ ﺑﺎ ﻠﺒﺎﻄﻞ ﺍﻋﺗﺪﻧﺎ ﻠﻠﻜﺎﻓﺮﻳﻥ ﻣﻧﻬﻢ ﻋﺫﺍﺑﺎ ﺍﻠﻳﻣﺎ
“dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang dari padanya dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan batin. Kami telah menyediakan orang-orang kafir diantara mereka itu siksaan yang pedih”
Tahap Ketiga, Allah mengharamkan salah satu bentuk riba, yaitu yang bersifat berlipat ganda dengan larangan yang tegas. Allah berfirman S. Ali Imran ayat 130.
ﻳﺎﻳﻬﺎ ﺍﻠﺬﻳﻥ ﺍﻣﻧﻭﺍ ﻻﺗﺎﻜﻠﻭﺍ ﺍﻠﺮﺑﺎ ﺍﺿﻌﺎﻓﺎ ﻣﺿﺎﻋﻓﺎ ﻭﺍﺗﻗﻭﺍ ﻠﻌﻠﻜﻢ ﺗﻓﻠﺣﻭﻦ
“Hai orang –orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda  dan bertaqwalah kepada Allah supaya kami mendapat keberuntungan”
Tahap Keempat, Allah mengharamkan riba secara keseluruhan (total) dengan segala bentuknya. Allah berfirman dalam S Albaqarah ayat 275
ﺍﻠﺬﻳﻦ ﻳﻜﻠﻭﻦ ﺍﻠﺮﺑﺎ ﻳﻗﻣﻮﻦ ﺍﻻ ﻜﻣﺎ ﻳﻗﻭﻢ ﺍﻠﺬﻱ ﻳﺘﺧﺑﻃﻪ ﺍﻠﺷﻳﻃﺎﻦ ﻤﻥ ﺍﻠﻣﺲ ﺫﺍﻠﻚ ﺑﺎﻧﻬﻢ ﻗﺎﻠﻭﺍ ﺍﻧﻣﺎ ﺍﻠﺑﻳﻊ ﻣﺛﻞ ﺍﻠﺮﺑﻭﺍ ﺍﺣﻞ ﺍﻠﺑﻳﻊ ﻭﺤﺮﻢ ﺍﻠﺮﺑﻭﺍ ﻓﻣﻦ ﺠﺎﺀ ﻣﻭﻋﻆﺔ ﻣﻦ ﺮﺑﻪ ﻓﺎﻧﺘﻫﻰ ﻓﻟﻪ ﻣﺎ ﺳﻟﻒ ﻮﺍﻣﺮﻩ ﺍﻟﻰ ﻣﻦ ﻋﺎﺩ ﻓﺎﻮﻟﺋﻚ ﺍﺻﺣﺐ ﺍﻟﻧﺎﺮ ﻫﻢ ﻓﻳﻫﺎ ﺧﺎﻟﺪﻮﻦ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat)sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (mengambil riba) maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan); dan urusannya terserah kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
Alasan diharamkannya riba dalam sunnah Rasulullah SAW di antaranya sabda Rasulullah SAW dari Abu Huraerah ra. Yang diriwayatkan Muslim tentang tujuh dosa besar, di antaranya adalah riba.
Dalam riwayat Abdullah bin Mas’ud ra. Dikatakan bahwa Rasulullah melaknat para pemakan riba, yang memberi makan denagn cara riba, pada saksi dalam masalah riba dan para penulisnya (HR. Abu Daud dan Muslim).
Pada zaman Rasulullah di kenal dua macam riba, yaitu riba nasi’ah atau penambahan karena penundaan waktu pembayaran; dan riba fadl atau tambahan pembayaran terhadap barang-barang emas, perak, gandum, sagu, kurma dan garam yang dipinjamkan.
Larangan riba dalam Islam menunjukan pada praktek riba yang dikenal pada masyarakat arab, yaitu :
  1. Seseorang menjual sesuatu pada orang lain dengan perjanjian bahwa pembayarannya akan dilakukan pada tanggal tertentu. Bila pemberi tidak dapat membayarnya, suatu waktu tenggang diberikan asalkan pembeli setuju untuk membayar jumlah lebih besar dari harga semula;
  2. Seseorang meminjam sejumlah uang selama jangka waktu tertentu denagn syarat saat jatuh tempo peminjam membayar pokok pinjaman bersama suatu jumlah riba atau tambahan.
  3. Peminjam atau pemberi pinjaman setuju atas suatu tingkat riba tertentu selama jangka waktu tertentu. Bila setelah jangka waktu tersebut peminjam tidak dapat melunasi utangnya beserta tambahannya peminjam diharuskan membayar tingkat kenaikan riba sebagai tambahan waktu tenggang.
Macam-Macam Riba
Dalam perspektif fikih, riba secara umum dibagi tiga macam.
1. Riba Fadl
Riba Fadl sering disebut dengan riba buyu yaitu riba yang muncul dalam aktivitas jual beli, dimana dalam jual beli tersebut terjadi pertukaran antara barang sejenis dengan yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mistlan bi mistlin), sama kuantitasnya (sawa’an bi sawai’in), dan sama waktu penyerahannya (yadan bi yadin). Pertukaran seperti ini mengandung unsur gharar, yaitu ketidak jelasan bagi kedua pihak  akan nilai masing-masing barang yang dipertukarkan. Efek dari ketidakjelasan ini dapat menimbulkan tindakan dhalim terhadap pihak lainnya.
Kalau orang bertanya, kenapa diharamkan sesuatu yang sama mau ditukarkan? Pada sisi yang yang juga dapat dipertanyakan kenapa mau ditukar kalau sesuatu itu sama? Kerelaan penukaran itu hanya karena ada sesuatu nilai (negatif) yang disembunyikan yang bisa menimbulkan kedhaliman karena ketidaktahuan satu sama lainnya.
Menurut Adi Warman Karim, dalam konteks perbankan riba fadl ini sering terjadi dalam transaksi jual beli valas yang tidak dilakukan secara tunai (spot).
2. Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah sering disebut juga dengan riba duyun, yaitu riba yang timbul akibat hutang piutang, dimana untung muncul bersama resiko (al-gunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj di dhaman). Transaksi seperti ini mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban, hanya karena berjalannya waktu (time of value money).
Riba nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara barang yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudian. Jadi al ghummu (untung) muncul tanpa adanya al ghurmi (resiko), hasil usaha (al kharaj) muncul tanpa adanya biaya yang dikeluarkan (dhaman); al-gummu dan al kharaj muncul hanya karena berjalannya waktu. Padahal pada setiap bisnis  selalu dihadapkan kepada dua pilihan, yaitu kemungkinan bisa untung dan rugi. Disinilah adanya perubahan dari sesuatu yang tidak jelas (uncertain) bisa untung atau rugi menjadi certain, pasti untung.
Memastikan keuntungan dari suatu usaha yang uncertainty, apa untung atau rugi adalah sesuatu yang bersifat spkelasi atau meraih keuntungan dengan menyebabkan kerugian pada orang lain.
Menurut Adi Warman Karim, dalam perbankan konvensional, riba nasi’ah sering muncul dalam pembayaran bunga diposito, tabungan, giro dll. Bank sebagai kreditur yang memberikan pinjaman mensyaratkan pembayaran bunga yang besarnya tetap dan ditentukan terlebih dahulu diawal transaksi. Padahal bisa jadi nasabah yang mendapatkan pinjaman tersebut belum tentu untung, tetapi ia diharuskan membayar bunganya kepada Bank, dan Bank tidak mau tahu apakah nasabah tersebut mau untung atau tidak. Disinilah adanya unsur saling mendhalimi dan tidak adilnya, unsur-unsur seperti ini tidak diperbolehkan dalam Islam.
Dalam mekanisme bunga yang dipraktekkan oleh Bank konvensional selalu terintegrasi dengan masalah waktu yang selanjutnya dikenal dengan teori time of value money, dimana uang yang diinvestasikan pada saat ini harus menghasilkan dan bertambah pada waktu yang akan datang dari waktu sebelumnya. Teori ini tentu tidak tepat karena dalam investasi dihadapkan pada probability risk dan return.
Adanya unsur-unsur seperti ketidakpastian menjadi sesuatu yang pasti pada setiap investasi, al gunmu bi alghurmi, al kharaj  bi al dhaman, dan saling mendhalimi menjadi penyebab diharamkan riba nasi’ah.
3. Riba Jahiliyyah
Riba jahiliyyah adalah hutang yang dibayar melebihi dari pokok karena sipeminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman dari waktu yang telah ditentukan. Dalam perbankan konvensional dapat dilihat dari penggunaan kartu kredit yang tidak dibayar penuh.
Dari ketiga jenis riba ini dapat teridentifikasi bahwa praktek bunga yang ada pada perbankan konvensional terdapat dalam bentuk jual beli valuta asing yang dilakukan tidak secara tunai, pembayaran bunga kredit, bunga tabungan, diposito, giro dan dalam tansaksi yang tidak dibayar penuh tagihannya.
B. BUNGA BANK
Bunga bank sering digunakan istilah interest adalah imbalan bagi mereka yang mau menyimpan uangnya di bank, atau sebagai biaya bagi mereka yang meminjam dari lembaga tersebut.
Teori-teori yang melandasi pengertian bunga tersebut adalah :
  1. Classical theory of interest yang menyatakan bahwa bunga adalah opportunity cost uang dipinjamkan atau biaya konpensasi suatu kesempatan untuk memperoleh penghasilan.
  2. Abstinence theory of interest yang menyatakan bahwa bunga adalah imbalan atas kesederhanaan hidup pemilik uang.
  3. The Productivity of interest yang menyatakan bahwa orang mau membayar bunga atas suatu pinjaman karena pinjaman merupakan tambahan modal yang akan menaikkan produktivitas usaha.
Teori-teori yang melandasi penentuan tingkat suku bunga, yaitu di antaranya :
  1. The Monetary theory of interest yang  menyatakan bunga adalah harga barang (uang) yang diperjualbelikan  sehingga harga dari uang ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran pasar.
  2. The Loanable theory yang menyatakan bahwa tingkat bunga ditentukan oleh tersedianya dana yang dapat dipinjamkan  dan kebutuhan masyarakat akan dana tersebut.
  3. The Liquidity preference yang menyatakan bahwa tingkat bunga ditentukan oleh struktur preference masyarakat terhadap rate of return dan tingkat resiko masing-masing bentuk investasi.
Pada sisi penyediaan dana, suatu tingkat suku bunga simpanan dapat dikatakan menarik jika tidak lebih rendah dari tingkat inflasi dan tidak lebih rendah dari tingkat bunga riil luar negeri. Sedangkan dari sisi penyaluran dana, tingkat bunga pinjaman dapat dikatakan menarik jika tidak lebih tinggi  dari rata-rata return on investment berbagai bentuk investasi. Namun demikian, paling tidak tingkat bunga pinjaman harus dapat menutup kewajiban membayar tingkat bunga simpanan dan biaya operasional bank.
Konsep bank syariah adalah menggantikan sistem bunga yang diartikan sama dengan riba – dengan sistem bebas bunga (prinsip bagi hasil dan jual beli). Namun kebenaran dan keberhasilan konsep bank syariah masih perlu dikaji dan diuji.
Berdasarkan teori-teori bunga yang dikemukakan di atas, dijelaskan bahwa perbandingan antara riba dan bunga bank adalah sebagai berikut :
  1. Riba biasanya terjadi pada kasus pinjam meminjam, bunga bank pada kasus pinjaman dan simpanan.
  2. Perhitungan tambahan riba disesuaikan dengan jangka waktu pengembalian pinjaman, perhitungan tambahan bunga bank  telah ditetapkan sebelumnya  berdasarkan kesepakatan awal.
  3. Jumlah pembayaran tambahan pada riba dan bank adalah sama, telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan kesepakatan awal.
  4. Pihak peminjam dalam riba dan bunga bank adalah sama, pasti mendapatkan keuntungan.
  5. Jumlah pembayaran tambahan riba berlipat ganda (100% atau lebih), jumlah pembayaran bunga bank  5% - 30% pertahun.
  6. Dalam riba terjadi unsur keterpakasaan, pemerasan dan penganiayaan, dalam bunga bank tidak ada keterpaksaan, pemerasan dan penganiayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar